Menjembatani Masa Depan Onchain: Rekap Diskusi Mantle x Bybit di Semarang

Posted by

Prolog

Pada tanggal 26 Juni 2025, tepat pukul 18.00 WIB, ruang konferensi Hotel Quest Simpang Lima Semarang menjadi saksi berkumpulnya para penggiat dan pecinta teknologi blockchain dalam acara “Mantle x Bybit Semarang Meet-up”. Acara ini tidak hanya menjadi ajang temu komunitas kripto lokal, namun juga ruang edukasi yang dirancang untuk memperluas pemahaman tentang dunia Web3. Dipandu oleh Irvan sebagai host, diskusi berlangsung hangat dan interaktif, menghadirkan tiga pembicara utama: Koh Yonathan Dinata (@yonathandinata ) sebagai innfluencer crypto, Hizkia Tarmadi (@HizkiaTarmadi ) sebagai perwakilan dari Mantle (@0xMantle) dan Rh Budi (@rhbudi88 ) sebagai perwakilan dari Bybit (@Bybit_Official). Dengan antusiasme peserta yang tinggi, acara ini menggali berbagai aspek kripto mulai dari strategi trading yang sehat, ekosistem blockchain modular, hingga inovasi produk finansial terdesentralisasi. Kombinasi antara pengalaman praktis, edukasi teknis, dan wawasan strategis menjadikan forum ini sebagai titik temu yang memperkaya perspektif para pelaku kripto lokal. Ada beberapa poin yang saya catat dan akan saya paparkan sebagaimana berikut :

1. Menakar Rasionalitas dan Emosi dalam Dunia Trading Kripto bersama Koh Yonathan Dinata

Diskusi Mantle x Bybit Semarang diawali dengan paparan reflektif dari Koh Yonathan Dinata, seorang influencer kripto yang telah mengalami pasang surut dunia trading. Ia menekankan bahwa dalam dunia kripto, khususnya trading, prinsip utama bukanlah semata-mata mencari cuan, melainkan menjaga kewarasan terlebih dahulu. “Waras dulu, cuan belakangan,” tegasnya. Prinsip ini sangat relevan terutama bagi mereka yang bermain di futures, di mana tekanan dan fluktuasi pasar dapat dengan cepat memicu keputusan impulsif.

Koh Yonathan memaparkan evolusinya dalam memahami Bitcoin sejak tahun 2010. Ia menyaksikan bagaimana narasi Bitcoin berubah, dari dianggap sebagai mata uang hingga dipahami sebagai teknologi. Ia sempat skeptis pada awalnya, namun ikut larut dalam euforia bullrun 2017, dan merasakan dampaknya saat pasar terkoreksi drastis pada 2018. Pengalaman itu memberinya pemahaman penting bahwa fundamental dan utilitas aset kripto tidak selalu berbanding lurus dengan harga pasar. Dalam pendekatannya terhadap DeFi, ia terinspirasi dari figur seperti Yanzero yang menggunakan Bitcoin sebagai agunan untuk kebutuhan hidup.

Adapun koh Yonathan menawarkan tiga skenario penggunaan aset kripto dalam DeFi : yakni sebagai agunan untuk kebutuhan hidup, pinjaman USDT untuk trading, dan pinjaman USDT yang kemudian di-staking untuk menghasilkan bunga. Ia menyebut skenario ketiga sebagai pendekatan paling efisien karena menghasilkan dua arus pendapatan. Soal rekomendasi aset, koh Yonathan menyebut Bitcoin, Ethereum, Solana, Hyperliquid dan Mantle sebagai pilihan utama. Ia juga mengingatkan agar menghindari “coin micin” yang tidak sustainable. Terpenting, katanya, tetap waras dan konsisten dalam membeli aset kripto, misalnya dengan metode DCA (Dollar Cost Averaging). Menurutnya, berinvestasi di DeFi lebih aman daripada meminjam melalui CEX karena tidak mengharuskan pengembalian dalam kondisi volatil. Dalam sesi tanya jawab, koh Yonathan memberikan saran kepada pemula untuk memulai dari nominal kecil, agar tidak terjebak ketakutan. Ia juga membagikan pengalaman pahitnya mengalami kerugian hingga ratusan juta, namun tetap mampu bangkit dengan pendekatan yang lebih matang dan disiplin.

2. Mengenal Mantle sebagai Pilar Ekosistem Modular Blockchain

Pembicara kedua, Hizkia Tarmadi (@HizkiaTarmadi ) dari Mantle (@0xMantle ) membawa peserta diskusi masuk lebih dalam ke dalam ekosistem blockchain modular. Hizkia membuka dengan menjelaskan bahwa Mantle bukan sekadar jaringan, melainkan sebuah ekosistem yang disokong oleh treasury komunitas terbesar. Ia menyoroti bahwa Mantle berdiri di atas semangat keterbukaan, efisiensi, dan pengembangan teknologi berbasis komunitas. Secara teknis, Mantle adalah Layer 2 di atas Ethereum. Artinya, Mantle menyediakan jaringan blockchain dengan biaya transaksi sangat murah (sekitar 0.01 USD), dibandingkan Ethereum Layer 1 yang dahulu bisa mencapai 70 USD per transaksi. Mantle mengadopsi pendekatan modular untuk membagi fungsi-fungsi utama dalam blockchain secara terpisah, sehingga pengembang lebih mudah dalam membuat Dapps yang efisien.

Hizkia juga memperkenalkan berbagai pilar inovasi Mantle, seperti mETH Protocol, Function Protocol, dan UR Neobank. Adapun UR Neobank ini digadang-gadang sebagai crypto bank pertama di dunia, dengan rencana ekspansi ke Indonesia. Dalam praktiknya, pengguna akan bisa menggunakan bitcoin mereka untuk membayar transaksi secara langsung, cukup dengan kartu terhubung ke jaringan Mantle. Salah satu fitur unggulan Mantle adalah kemampuannya mendorong efisiensi modal melalui arsitektur modular dan teknologi zero-knowledge. Untuk memperjelas konsep ini, Hizkia memberi analogi sederhana: “Ethereum kamu yang tadinya cuma didiemin, sekarang bisa kamu yield-kan, bisa kamu gunakan untuk dapat APR 3–10%.” Ini dilakukan melalui mitra strategis seperti EigenLayer dan Ethena. Terkait burning mechanism, Hizkia menjelaskan bahwa Mantle tidak memiliki fitur burning otomatis seperti Ethereum. Namun, keputusan untuk mengimplementasikan burning bisa diusulkan lewat mekanisme DAO Governance jika mayoritas holder menyetujuinya. Sementara itu, fokus utama tetap pada peningkatan use-case dan partisipasi komunitas. Hizkia menutup sesinya dengan dorongan kepada para peserta untuk aktif dalam komunitas. Ia menyampaikan bahwa banyak peluang datang bukan hanya dari modal finansial, tetapi dari partisipasi, kontribusi, dan jaringan yang dibangun lewat komunitas kripto. Menurutnya, banyak kisah sukses di dunia Web3 berawal dari kontribusi sukarela di komunitas sebelum akhirnya menjadi karier profesional.

3. Masa Depan Web3 Indonesia Bersama Bybit: Infrastruktur, Inklusi, dan Inovasi

Sesi terakhir diisi oleh RH Budi (@rhbudi88 ) dari Bybit (@Bybit_Official ) yang memaparkan posisi strategis Bybit dalam ekosistem kripto global maupun Indonesia. Ia membuka dengan cerita singkat bagaimana dirinya dan Hizkia (@HizkiaTarmadi) dulunya adalah ambassador Bybit sebelum akhirnya bertransformasi menjadi bagian dari tim inti Bybit di Asia Tenggara. Saat ini, Bybit tengah bersiap untuk mengantongi lisensi resmi di Indonesia dan membuka kantor fisik di Jakarta. Budi memperkenalkan Bybit sebagai exchange yang berdiri sejak 2018 dan telah berkembang menjadi platform terintegrasi yang mencakup spot trading, futures, Web3 wallet, dan produk keuangan lainnya.

Tiga produk utama yang saat ini menjadi fokus utama untuk pengguna Indonesia adalah Bybit Card, Bybit Pay, dan integrasi MT5 (platform trading profesional). Bybit Pay menjadi sorotan karena mengadopsi konsep pembayaran digital berbasis USDT, mirip seperti penggunaan e-wallet. Pengguna bisa membeli pulsa, voucher game, bahkan bertransaksi dengan merchant melalui QR yang terhubung langsung ke saldo USDT mereka di aplikasi Bybit. Hal ini membuka jalan bagi adopsi kripto dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. Lebih lanjut, Budi menjelaskan produk staking yang ada di Bybit, baik dalam bentuk flexible staking maupun fixed staking. Tersedia pula program Megadrop yang memungkinkan pengguna mendapatkan token-token yang akan listing di Bybit, sebagai alternatif dari return konvensional. Bagi pengguna dengan saldo besar, terdapat program VIP yang menawarkan prioritas layanan, informasi, serta peluang khusus. Mulai dari VIP 1 (100 ribu USD) hingga VIP 4 (1 juta USD), masing-masing tingkatan menawarkan keuntungan eksklusif. Program ini menunjukkan bahwa Bybit tidak hanya menyasar investor ritel, tetapi juga menyambut pemain institusi atau whale. Budi juga menekankan bahwa edukasi dan aksesibilitas tetap menjadi prioritas Bybit di Indonesia. Ia mendorong peserta untuk terus belajar, menjelajah fitur-fitur di platform, dan berinteraksi dalam komunitas. Visi Bybit adalah menjadi lebih dari sekadar exchange, tetapi mitra strategis dalam membangun masa depan keuangan digital.

Penutup: Kolaborasi, Komunitas, dan Kesempatan di Era Onchain

Diskusi Mantle x Bybit Semarang Meetup bukan sekadar edukasi teknis, melainkan panggilan untuk membangun masa depan keuangan yang lebih terbuka dan inklusif. Ketiga pembicara menyuarakan hal yang sama: pentingnya menjaga rasionalitas, pentingnya partisipasi komunitas, dan besarnya peluang di dunia Web3 jika dijalani dengan tekun dan konsisten. Acara ini menandai langkah strategis kolaborasi antara proyek Layer 2 seperti Mantle dan platform exchange global seperti Bybit, dengan memperkuat akar komunitas lokal sebagai fondasi pertumbuhan. Di tengah dinamika regulasi dan percepatan inovasi, edukasi berbasis komunitas menjadi senjata utama membangun generasi baru pengguna dan pengembang kripto di Indonesia.

Categories:

Tags:

2 responses to “Menjembatani Masa Depan Onchain: Rekap Diskusi Mantle x Bybit di Semarang”

  1. Hizkia Avatar
    Hizkia

    Lu keren Arigata! appreciate the recap

    1. admin Avatar

      Terimakasih banyakbang

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *