Menggali Strategi dan Filosofi Trading Komunitas BCM: Perspektif Makro, Teknikal, dan Mentalitas

Posted by

Gambar

Prolog

Pada tanggal 24 Juni 2025, komunitas Web3 kembali menyimak insight segar dalam sesi AMA (Ask Me Anything) yang diselenggarakan di Telegram Bybit Indonesia ( @BybitIndonesia). Kali ini, spotlight tertuju pada narasumber utama dari Blockchain Men Community (BCM), yaitu Kaito, dengan host Hizkia Tarmadi (@HizkiaTarmadi ) yang memandu diskusi. Dengan sentuhan khas komunitas Web3 dan kekuatan grassroots yang kuat, diskusi ini membuka wawasan tentang bagaimana komunitas BCM bertahan, berkembang, dan terus berinovasi dalam ekosistem kripto yang volatil.

1. Kilas Balik dan Evolusi BCM

BCM atau Blockchain Men Community berdiri sejak tahun 2023. Namun, komunitas ini sempat berada di titik kritis dan hampir bubar karena dinamika internal. Justru dari titik nadir itulah, lahir kembali semangat untuk membangun dari nol mengusung filosofi kolektif yang mengedepankan diskusi teknikal, sharing makroekonomi, dan solidaritas antaranggota. Kini, anggotanya didominasi oleh trader dari Surabaya dan Jakarta, dengan ekosistem obrolan tersebar di WhatsApp dan Telegram. Meski berbasis komunitas, BCM bukan sekadar tempat berbagi sinyal instan. Di sinilah makna sesungguhnya dari “Web3 culture” tercermin: kolaborasi, edukasi, dan pengambilan keputusan yang terdesentralisasi. Setiap insight yang dibagikan menjadi bahan diskusi terbuka bukan dogma yang harus diikuti.

2. Pola Trading: Antara Forex dan Kripto

Kaito memulai karier trading-nya di forex, dengan fokus utama pada XAU/USD (emas). Saat bertransisi ke dunia kripto, pendekatannya tetap scalping mengejar peluang jangka pendek dengan presisi tinggi. Ia menjelaskan bahwa dalam sehari, dirinya bisa mengambil posisi entry dan exit beberapa kali, tergantung momentum dan situasi makro. Dalam manajemen risiko, Kaito menetapkan batasan ketat: untuk scalping, margin entry sekitar 20% dari total aset, sementara untuk posisi swing/swapping, bisa naik hingga 50%. Stop loss selalu ditempatkan tipis, memastikan bahwa kerugian tetap terkendali. Target profit (TP) umumnya hanya 10–30% dari modal yang dipakai refleksi dari pendekatan realistis dan tidak serakah. Kebiasaan ini bukan tanpa dasar. Saat kondisi geopolitik memanas seperti konflik Iran entry point dan TP menjadi sangat sensitif. Dalam kondisi demikian, BCM tidak sembarangan masuk posisi tanpa melihat konfirmasi dari news dan data teknikal.

3. Makroekonomi dan Konteks Global

Salah satu kekuatan BCM terletak pada integrasi analisis makroekonomi dalam setiap diskusi. sebagaimana @nahason_07 sebagai partner diskusi yang sangat rutin membagikan insight terkait perkembangan global, terutama isu-isu seperti konflik yang bisa memicu fluktuasi ekstrem pada Bitcoin dan aset digital lainnya. Kaito menekankan bahwa banyak komunitas trader hanya terpaku pada chart. Padahal, realita fundamental seperti suku bunga, sentimen geopolitik, dan intervensi institusional memiliki dampak besar terhadap arah pasar. Ini yang membedakan BCM: tidak hanya membaca candle, tapi juga memahami konteks global di balik gerakan harga.

4. Smart Money Concept (SMC): Fondasi Teoritis

Salah satu highlight dari diskusi AMA ini adalah pembahasan tentang Smart Money Concept (SMC). Banyak yang penasaran: apa sih SMC sebenarnya, dan bagaimana menggunakannya?. Menurut Kaito, SMC adalah pendekatan untuk memahami pergerakan pasar berdasarkan perilaku institusi besar. Ia tidak lagi hanya melihat support-resistance klasik, tapi area “order block” block” block” yang menjadi jejak transaksi besar. Nahason07 menjelaskan komponen dasar SMC sebagai berikut: 1) BOS (Break of Structure): Konfirmasi lanjutan tren. 2) CHoCH (Change of Character): Sinyal pembalikan arah tren. 3) Order Block: Zona di mana dana besar masuk sumber entry dan exit yang potensial. 4) Discount & Premium: Konsep harga murah dan mahal berdasarkan struktur pasar. SMC mengajarkan bahwa harga tidak hanya bergerak secara acak, tapi mengikuti pola akumulasi dan distribusi dari smart money. Dengan mengamati order block dan konfirmasi dari BOS atau CHoCH, trader bisa menentukan titik masuk (entry) dan keluar (exit) yang jauh lebih presisi. Kaito menambahkan bahwa saat harga Bitcoin mendekati 111K, dirinya lebih memilih menunggu konfirmasi dari candle weekly. Jika harga menembus dan gagal menembus zona kuat di 106K, maka bisa jadi titik reversal sudah mulai terbentuk. Inilah contoh penerapan SMC secara langsung, bukan sekadar teori.

5. Mentalitas: Bertahan dari Kerugian

Salah satu sesi paling jujur dan menyentuh adalah ketika Kaito membagikan pengalamannya merugi hingga 30–40% dari total aset. Bagi komunitas Web3, kejujuran ini sangat berarti membuktikan bahwa di balik angka dan analisis teknikal, ada manusia yang rentan. “Sakit sih, tapi ya sudah makanan sehari-hari,” ujarnya dengan nada santai. Inilah filosofi BCM: rugi itu biasa, tapi menyerah bukan pilihan. Bahkan ketika modal terkikis, komunitas tetap jadi tempat berbagi, bukan saling menyalahkan. Ketika kondisi mental mulai drop, Kaito menyarankan untuk stop trading sejenak” sebuah strategi sederhana tapi powerful. News yang terlalu volatile bisa membuat trader panik dan mengambil keputusan impulsif. Dalam kondisi seperti itu, jeda menjadi solusi yang sehat.

6. Pendekatan DCA dan Strategi Mahasiswa

Salah satu nilai edukatif dalam AMA ini adalah penekanan pada pendekatan DCA (Dollar-Cost Averaging) untuk pemula, terutama mahasiswa. Kaito menyebutkan bahwa banyak anggota BCM yang masih muda, bahkan ada yang berusia 15 tahun. Untuk mereka, lebih baik fokus pada spot trading dengan strategi DCA, bukan future atau leverage tinggi. DCA memungkinkan mereka untuk membangun portofolio jangka panjang tanpa harus tertekan volatilitas harian. Pendekatan ini juga sesuai dengan visi Web3 tentang inklusi dan edukasi, bukan sekadar mengejar cuan sesaat. Bahkan dalam konteks Smart Money Concept, DCA tetap bisa dikombinasikan dengan zona diskon dan order block. Misalnya, jika harga BTC berada di area diskon $33K–$41K, maka itulah momen terbaik untuk akumulasi spot.

7. Area Support, Resistance, dan Equilibrium

@nahason_07 juga membagikan pendekatan teknikal yang sederhana namun efektif: membuat zona support dan resistance dengan warna berbeda (biru dan oranye) dari timeframe H4. Ini membantunya menentukan potensi reversal atau breakout secara visual. Ia menyebutkan bahwa zona equilibrium atau keseimbangan harga seringkali belum pasti. Namun dengan menggabungkan historical candle dan floating high, trader bisa mendapat gambaran ke mana arah pasar berikutnya. Kunci dari metode ini adalah konsistensi. Zona yang dibangun satu hingga dua bulan akan jauh lebih reliable ketimbang support-resistance harian yang mudah berubah.

8. Funding Fee dan Mekanisme Pasar

Terakhir, diskusi juga menyentuh aspek mikro dari ekosistem derivatif, yaitu funding fee. Dalam pasar perpetual futures, funding fee digunakan untuk menjaga keseimbangan antara posisi long dan short. Jika mayoritas trader membuka posisi short, maka mereka harus membayar funding fee kepada yang long, dan sebaliknya. Ini menjaga agar harga tidak terlalu menyimpang dari spot. Bagi scalper seperti Kaito, memahami dinamika funding fee adalah bagian dari strategi risk-reward yang matang.

Penutup: Filosofi BCM dalam Web3

AMA ini bukan hanya soal teknikal atau chart. Ini tentang bagaimana sebuah komunitas bangkit dari hampir bubar, membentuk ekosistem edukatif berbasis solidaritas, dan menyuarakan pendekatan realistis dalam dunia crypto yang sering kali terlalu bombastis. Kaito dan BCM menunjukkan bahwa untuk bertahan di Web3, kita butuh lebih dari sekadar sinyal: kita butuh komunitas, kedewasaan, dan filosofi yang kuat. Dalam dunia di mana candle bisa bergerak 5% dalam satu jam, yang menentukan bukan hanya analisis, tapi mentalitas.

Categories:

Tags:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *