
Ordal Skena Kripto Indo: Belajar, Bangun, dan Berjejaring Bareng Xellar
Di antara gelombang informasi cepat dan teknologi disruptif, skena kripto Indonesia menyimpan dinamika yang lebih dari sekadar cuan dan chart. Ada istilah yang muncul dari percakapan informal, tapi punya makna mendalam: “Ordal.” Di ruang digital kita, istilah ini bukan sekadar julukan. Ia menjadi simbol untuk mereka yang telah lama terjun, jatuh-bangun bersama industri blockchain, dan kini menjadi bagian dari peta arah Web3 Nusantara. Salah satu tokoh yang layak menyandang predikat ini adalah Ajeng Vera dari Xellar, yang menjadi tamu dalam sesi Ask Me Anything (AMA) bersama Wormhole Indonesia pada 18 April 2025.Ajeng bukan nama yang muncul tiba-tiba di layar komunitas. Perjalanannya mencerminkan banyak kisah yang sering tersembunyi di balik layar Discord atau lini masa Twitter. Dari dunia perbankan menuju Web3, dari korporat menuju komunitas, dari rasa nyaman menuju tantangan baru, langkahnya memberi gambaran bahwa sektor Web3 diisi bukan hanya oleh coder dan trader, tapi juga oleh mereka yang membawa nilai-nilai pertumbuhan, empati, dan keinginan belajar tanpa henti.
Ajeng Vera dan Xellar: Dari Corporate ke Culture
Membicarakan Xellar tidak bisa dilepaskan dari peran Ajeng sebagai wajah konten dan strategi komunikasinya. Namun sebelum menyelami teknologinya, ada baiknya kita memahami siapa Ajeng sebenarnya. Ia memulai karier sebagai pegawai tetap di sebuah bank besar. Semua fasilitas dan kestabilan karier telah dirasakan. Namun satu hal yang terus mengusik: stagnasi. Dari perasaan ini, Ajeng membuat keputusan yang di mata banyak orang mungkin nekat, yakni resign dari pekerjaan stabilnya dan berpindah ke startup.
Namun tidak berhenti di situ. Dari startup, dia lalu berkenalan dengan ekosistem kripto melalui teman-temannya yang sudah lebih dulu menjadi trader dan pengelola aset digital. Setelah mulai aktif mencari lowongan di dunia blockchain, ia melamar ke Xellar sebagai community manager. Tak disangka, justru ditawari posisi konten marketing. Maka dimulailah babak baru kehidupannya, bukan hanya sebagai content creator, tapi juga sebagai pembelajar aktif di tengah para builder lokal.
Ketika ditanya tentang visi kerjanya, Ajeng dengan tegas menyampaikan tiga prinsip: 1) Jika sudah merasa nyaman, itu sinyal untuk pindah. 2) Harus lebih baik dari hari kemarin. 3) Ambil keputusan besar meskipun banyak yang meragukan. Prinsip-prinsip ini mencerminkan semangat yang tidak hanya relevan di dunia kerja konvensional, tapi sangat selaras dengan ekosistem Web3 yang cepat, dinamis, dan seringkali tidak pasti.
Xellar: Middleware untuk Dunia yang Terhubung
Xellar bukan sekadar dompet digital. Mereka membangun infrastruktur yang bertujuan memudahkan integrasi antara dunia Web2 dan Web3, dengan pengalaman pengguna yang semudah memakai dompet digital pada umumnya. Dalam presentasinya, Ajeng menjelaskan bahwa visi Xellar adalah menjadi middleware, bukan hanya tools. Dengan demikian, brand yang ingin masuk ke Web3 tidak harus paham smart contract atau UI/UX blockchain. Mereka cukup terkoneksi dengan sistem Xellar, dan semua proses teknologinya berjalan di belakang layar.
Produk Xellar terbagi dalam beberapa komponen utama. Pertama, Xellar Kit yang memberikan integrasi wallet yang seamless. Kedua, Xellar Connect yang memungkinkan DEX dan proyek lainnya mengonversi user biasa menjadi pengguna Web3 tanpa hambatan. Ketiga, infrastruktur API yang dirancang untuk institusi, baik lokal maupun global. Yang menarik, meskipun fokus ekspansi ke luar negeri, Xellar tetap menanam akar di Indonesia, karena komunitas lokal dianggap sebagai “mesin utama” penggerak ekosistem.
Dinamika Komunitas Indonesia: Gotong Royong sebagai Infrastruktur Sosial
Salah satu kekuatan utama Indonesia sebagai pasar Web3 adalah komunitasnya yang solid. Ajeng menekankan bahwa user Indonesia itu sangat unik. Mereka tidak pelit ilmu, mau repot ikut testnet, aktif belajar, bahkan datang ke event-event untuk sekadar mendapat insight terbaru. Ia menceritakan sebuah polling yang ia buat saat event Xellar diadakan. Hasilnya mengejutkan: banyak peserta adalah anak SMA dan mahasiswa yang tertarik terjun ke dunia blockchain.
Perbedaan ini menjadi kontras jika dibandingkan dengan komunitas di luar negeri yang cenderung individualis. Di Indonesia, ada semangat gotong royong dalam membangun hype, mengedukasi, dan membesarkan proyek lokal. Faktor ini menjadi aset sosial yang tidak bisa diukur secara kuantitatif, namun sangat krusial untuk pertumbuhan adopsi Web3.
Budaya Belajar dan Kurasi Alpha
Di tengah timeline yang riuh, Ajeng mengingatkan komunitas untuk tetap kritis. Ia menyarankan agar para pemula memilih komunitas yang positif, mengikuti KOL yang mendukung builder, bukan yang sibuk menciptakan drama, dan lebih selektif dalam mengonsumsi informasi. Menurutnya, dunia Web3 memang penuh peluang, tapi tidak semua “alpha” layak ditelan mentah-mentah.
Dari sinilah muncul semangat Ajeng dalam membangun konten yang tidak hanya menghibur, tapi juga edukatif. Ia menyampaikan bahwa konten awal yang ia buat semata-mata untuk mencatat pelajaran pribadinya, namun ternyata viral. Hal ini membuka mata bahwa Web3 tidak hanya soal teknologi, tapi budaya belajar dan tumbuh bersama.
Komitmen Xellar terhadap Komunitas: Edukasi, Kolaborasi, dan Relasi
Komunitas adalah jantung dari setiap proyek Web3. Xellar menyadari hal ini dan memilih pendekatan yang lebih dari sekadar giveaway. Mereka membangun cerita brand yang bisa diterima, menghadirkan konten podcast dalam dua bahasa, dan memperkuat koneksi dengan komunitas global. Podcast versi Indonesia mereka kini telah memiliki lebih dari 7.200 subscriber, angka yang mencerminkan antusiasme lokal terhadap narasi yang humanis dan relevan.
Salah satu bentuk nyata dari komitmen ini adalah kolaborasi mereka dengan Wormhole Indonesia. Xellar tidak ingin membangun menara gading. Mereka ingin menjadi jembatan antara builder, user, dan brand. Dengan pendekatan ini, mereka tidak hanya mengembangkan teknologi, tetapi juga memperkuat ekosistem yang hidup dan saling mendukung.
Masa Depan Xellar: Ekspansi Global dan Produk Onchain yang Lebih Manusiawi
Di bagian akhir diskusi, Ajeng memperkenalkan roadmap Xellar untuk 6 bulan ke depan. Salah satu produk unggulan mereka adalah Xellar Card, sebuah kartu pembayaran yang terhubung langsung ke wallet Web3 pengguna. Sayangnya, infrastruktur Indonesia belum sepenuhnya siap, namun mereka tetap optimis.
Kolaborasi dengan proyek-proyek global seperti Monad, Bybit, dan AWS telah dipersiapkan. Mereka juga sedang menyiapkan program ambassador untuk menjangkau komunitas yang lebih luas. Salah satu impian besarnya adalah membuat transaksi onchain semudah scan QRIS, sesuatu yang sangat kontekstual dengan budaya digital di Asia Tenggara.
Web3 yang Serius Tapi Fun: Cara Baru Merayakan Inovasi
Xellar punya pendekatan unik dalam menggelar acara. Mereka ingin menghadirkan Web3 sebagai sesuatu yang menyenangkan dan manusiawi. Dalam event Coinfest mendatang, mereka tidak hanya akan menghadirkan panel diskusi, tetapi juga aktivitas seperti after party bareng DJ, game meetup seperti rebutan kursi, private dinner untuk networking yang personal, hingga paddle tournament. Pendekatan ini menjadi cermin filosofi mereka: teknologi boleh canggih, tapi pengalaman harus tetap hangat dan dekat.
Kesimpulan: Dari Ajeng untuk Semua Pembelajar Web3
Xellar mungkin adalah platform, tapi nilai-nilainya lebih luas dari itu. Mereka adalah penghubung antara teknologi dan pengalaman manusia. Visi mereka menempatkan pengguna sebagai bagian aktif dari proses inovasi, bukan sekadar objek dari strategi pasar. Dan Ajeng Vera? Ia adalah representasi dari ribuan orang yang sedang, sudah, atau baru akan masuk ke dunia Web3. Perjalanannya adalah bukti bahwa semangat belajar, keberanian mengambil risiko, dan koneksi komunitas bisa menciptakan karir yang bermakna di industri yang sering kali disebut “gila,” tapi justru penuh potensi dan makna.
Leave a Reply